Minggu, 15 Mei 2016

cerita rakyat banta seudang


Cerita Rakyat dari Aceh



Alkisah, di Negeri Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia, hiduplah seorang Raja yang adil dan bijaksana. Sang Raja mempunyai seorang permaisuri yang sedang hamil tua. Suatu ketika, sang Raja pergi berburu binatang ke hutan. Ketika itulah permaisurinya melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan di istana, dan diberinya nama Banta Seudang. Namun, malang nasib bagi sang Raja, karena ia tidak bisa melihat wajah tampan putranya. Kedua matanya buta terkena ranting kayu saat berburu di hutan. Sejak saat itu, ia tidak dapat melaksanakan tugas-tugas kerajaan lagi. Oleh karena Banta Seudang masih bayi, maka tahta kerajaan ia serahkan untuk sementara kepada adik kandungnya

raja: oh adikku purbangkara, aku sekarang tak mampu untuk memimpin kerajaan, karena kau tau sendiri keadaanku sehat wal afiat, bukan maksudku karena aku sudah tidak dapat melihat lagi, maka kuserahkan kerajaan untuk sementara kepadamu hingga banta dewasa
purbangkara: baik kakanda hamba dengan senang hati melaksanakannya

Namun, sang Adik yang baru diangkat menjadi raja itu sangat licik dan serakah. Ia membuatkan sebuah rumah agak jauh dari istana untuk tempat tinggal kakaknya bersama istri dan Banta Seudang. Raja baru itu setiap hari mengirim bantuan makanan untuk kebutuhan sehari-hari sang Kakak bersama keluarganya.

Waktu terus berjalan. Banta Seudang tumbuh menjadi remaja yang tampan. Ia pun mulai bertanya-tanya kepada ibunya tentang siapa yang memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, padahal ayahnya buta.

Banta. :“Maaf, Ibu! Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Ibu,”
Ibu :“Ada apa, Anakku? Katakanlah!”
Banta :“Dari mana kita mendapat makanan setiap hari, padahal Ayah tidak pernah bekerja?”
Ibu :“Ketahuilah, Anakku! Kebutuhan hidup sehari-hari kita dibantu oleh Pakcikmu yang kini menjadi Raja,”.
Banta :“Pakcik baik hati sekali ya Bu.
“Iya, Anakku!” jawab sang Ibu sambil tersenyum seraya membelai-belai rambut si Banta.

Pada suatu hari, sang Ibu bersama Banta Seudang pergi menghadap sang Raja. Di hadapan Raja, sang Ibu memohon kepada Raja untuk membantu Banta Seudang agar bisa bersekolah. Namun, permohonan sang Ibu ditolak oleh sang Raja.

Ibu: purbangkara tolonglah kau sekolahkan banta supaya  diakelak dapat menjadi raja yang bijaksana
purbangkara:“Dasar kalian tidak tahu diri! Dikasih sedepa minta sejengkal pula. Bukankah semua kebutuhan hidup sehari-hari kalian telah aku penuhi!!!
ibu: tapi?
purbangkara: cepat pergi ku bilang!!!!
ibu: ayo kita pergi nak
banta: baik bu

Alangkah sedihnya hati sang Ibu mendengar bentakan itu. Ia pun mengajak Banta kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, Banta Seudang berusaha menenangkan hati ibunya.

Banta:“Sudahlah, Bu! Ibu tidak usah bersedih begitu. Kita seharusnya bersyukur karena Pakcik sudah banyak membantu kita,”
Ibu:“Banta! Kamu memang Anakku yang baik. Tapi, kamu harus sekolah seperti teman-teman sebayamu,”

Mendengar perkataan itu, si Banta tiba-tiba berpikir bahwa apa yang dikatakan ibunya itu benar. Maka timbullah pikirannya untuk mencari obat mata untuk ayahnya. Jika kelak ayahnya bisa melihat lagi, tentu sang Ayah bisa mencari nafkah sendiri dan dapat membantu biaya sekolahnya.

Pada suatu hari, Banta Seudang menyampaikan niatnya kepada ibunya.
Banta:“Bu, Banta ingin pergi mencari obat mata untuk Ayah agar dapat kembali bekerja seperti biasanya dan Banta pun bisa sekolah,”

Ibu: “Baiklah, Anakku! Ibu merestuimu. Pergilah mencari obat mata untuk Ayahmu. Ibu doakan semoga kamu berhasil,”.
Ayah: berhati hatilah putraku
Keesokan harinya, dengan bekal seperlunya, berangkatlah Banta Seudang untuk mencari obat. Ia berjalan seorang diri menyusuri hutan belantara, menyeberangi sungai, menaiki gunung, dan menuruni lembah-lembah. Setelah berbulan-bulan berjalan, ia pun tiba di sebuah hutan rimba yang dipenuhi oleh pohon-pohon besar. Di tengah hutan itu, ia menemukan sebuah balai. Ia pun memutuskan untuk melepas lelah di balai itu. Ketika sedang merebahkan tubuhnya, tiba-tiba hatinya bertanya-tanya.

Banta: ‘Kenapa ada balai di tengah hutan ini? Wah, pasti ada orang yang tinggal di sekitar sini,”
Ternyata benar. Menjelang waktu Ashar, tiba-tiba beberapa orang berjubah putih datang ke balai itu. Mereka lalu melakukan shalat secara berjamaah. Dengan hati bertanya-tanya, Banta hanya diam sambil memerhatikan perilaku orang-orang tersebut. Beberapa saat kemudian, Banta tiba-tiba melihat sebuah peristiwa ajaib. Begitu selesai shalat, orang-orang yang berjubah putih tersebut tiba-tiba menghilang dari pandangan matanya. Rupanya, Banta tidak tahu bahwa mereka itu adalah arwah-arwah para Aulia (Wali) Allah.
Banta: kamana mereka pergi?
Setelah menyaksikan peristiwa itu, Banta kemudian berpikir akan mendekati imamnya ketika para Wali tersebut melaksanakan shalat.
Banta:“Jika mereka selesai shalat, aku akan langsung memegang tangan sang Imam agar tidak menghilang,”

Banta Seudang pun tinggal di balai itu menunggu kedatangan para Wali. Ketika waktu shalat Magrib tiba, para Wali tersebut datang untuk melaksanakan shalat. Banta Seudang pun segera duduk di samping imam. Begitu imam selesai shalat, ia langsung memegang tangannya.

Imam:“Hai, Anak Muda! Kenapa kamu memegang tanganku?”
banta:‘Maaf, Tuan! Saya memegang tangan Tuan supaya tidak menghilang
“Kalau saya boleh bertanya, siapakah Tuan-tuan ini sebenarnya? Kenapa Tuan-tuan bisa tiba-tiba muncul dan menghilang begitu saja?”
Imam:“Kami adalah para Aulia Allah,” jawab imam itu.engkau sendiri siapa? Kenapa bisa berada di tempat ini?”
 banta:‘ “Saya Banta Seudang, Tuan! Saya hendak mencari obat mata untuk Ayah saya,” jawab Banta.
Imam ‘Memang kenapa mata kaki Ayahmu?” tanya imam itu.

banta:bukan mata kaki tapi mata yang dikepala
imam: iay itu maksud saya
banta: “Mata ayah saya buta, Tuan! Saya ingin agar mata Ayah saya bisa melihat lagi.
Imam “Engkau adalah anak yang berbakti. Baiklah kalau begitu, kamu tunggu di sini saja. Nanti akan datang putting beliung ke balai ini. Ikuti puting beliung itu ke mana pun pergi. Titip salam buat bapakmu ya dadadaa

Betapa senang hati Banta Seudang mendapat petunjuk dari Wali itu. Tidak berapa lama ia menunggu, tiba-tiba datanglah puting beliung ke balai itu., Banta pun segera naik ke atas puting beliung. Sang puting beliung melayang menyusuri hutan belantara menuju ke sebuah lembah di mana terdapat sebuah sungai yang sangat jernih airnya. Di pinggir sungai terdapat sebuah pohon besar yang dihuni oleh Jin Pari yang memiliki baju terbang. Melihat kedatangan Banta bersama puting beliung itu, Jin Pari pun segera menyambut mereka.

“Jangan takut, Anak Muda! Aku sudah tahu maksud kedatanganmu kemari. Kamu ingin mencari obat mata untuk Ayahmu bukan?” tanya Jin Pari kepada Banta.

“Benar, Jin Pari, kok jin bisa tau dukun  ya , ayo ngaku!” jawab Banta.
“enak saja kalau ngomong, cepatlah mendekat dan perhatikan. Aku tahu cara untuk menyembuhkan mata Ayahmu. Menurut ilmu geologi dan geofisika obat untuk mata yg terluka adalah bunga bangkawali yang ada di sungai ciamis sebelah timur

“Bagaimana saya bisa mendapatkannya, Jin?” tanya Banta bingung
jin: kau harus datang setiap hari jumat  karena  setiap hari jumat ada tujuh putri raja dari negeri lain datang ke sungai itu untuk mandi-mandi. Untuk menjaga sungai itu, raja negeri lain menugaskan seorang perempuan tua bernama Mak Toyo. Ia tinggal di sekitar sungai itu. Setiap kali ketujuh putri raja selesai mandi di sungai itu, Mak Toyo turun ke sungai untuk menepuk air tiga kali. Setelah itu bunga ajaib ‘bangkawali’ akan muncul di atas permukaan air. Oleh karena itu, Banta harus meminta bantuan Mak Toyo untuk mendapatkan bunga ajaib itu.

Pada suatu malam, Jin Pari bersama Banta Seudang mendatangi tempat tinggal Mak Toyo. Perempuan penjaga sungai itu pun bersedia membantu Banta mendapatkan bunga bangkawali itu, tapi dengan satu syarat.

Jin pari: mak mamak…. Eee mak bisakau kau menolong  banta untuk mendapatkan bunga bangkawali?
banta: tolonglah bantu aku mak
mak toyo:“Cucuku, jika ingin mendapatkan bunga bangkawali itu, kamu harus melakukan ritual dengan kejuju bidadari,”

Setelah mendapat penjelasan dari Mak Toyo, Jin Pari dan Banta pun mohon diri. Untuk melaksanakan syarat Mak Toyo, Banta harus menunggu hingga hari jumat. Maka ketika hari jumat tiba, ketujuh putri raja yang cantik-cantik tersebut datang dengan baju terbang mereka hendak mandi di sungai. Usai berganti pakaian, mereka lalu turun ke sungai dan berenang sambil tertawa bersuka ria.
kuning: jernih sekali ya airnya yunda
benar dinda: ayo kita bergegas
dkk: hahhhaaa……………….

Ketika hari menjelang sore, ketujuh putri raja selesai mandi. Mereka pun segera mengenakan baju terbang masing-masing  lalu muncullah mak toyo bersama jin pari dan banta
mak toyo: ampun putri
ungu: ada apa mak
jingga kenapa mak membawa orang orang ini
mak: banta seundang hendak meminta bunga bangkawali untuk obat ayahnya
hijau : enak saja, dia pikir dia siapa?
jin pari : ooooke lah kalau bebebegitu, kalau tidak boleh kita akan pergi
banta :tunggu jin, kita harus berusaha, masa baru begitu kamu sudah memyerah, ayolah jangan menyerah jangan menyerah oooo
jin: I bener bener bener
mak: tolong lah putri
nila: bagai mana ini ayo kita rundingkan
merah: baik lah jika kamu benar benar  menginginkannya kau harus melaksanakan sebuah ritual
biru: bersiaplah anak muda
lalu ritual dilaksanakan

Merah: kau memang pantas mendapatkan bunga ini, kuning tolong kau ambilkan bunganya
kuning: baik yunda
banta: terimakasih putri
“Mak Toyo! Aku sudah mendapatkan bunga bangkawali. Terima kasih atas kebaikanmu, Mak!” ucap Banta Seudang.
“Ya, sama-sama. Segeralah bawa bunga ajaib itu untuk ayahmu!” kata Mak Toyo.
Banta: wah terima kasih ya jin pari kau telah menemaniku dalam perjalanan ini
jin : aaaa kau tak usah sunkan aku aka selalu membantumu
banta: kalau begitu aku pulang dulu
mak toyo: tunggu, stop berhenti banta
banta: ada apa mak
mak toyo: perjalanan ini sangat berbahaya, dan membutuhkan waktu yang lama lebih baik kamu ikut dengan kami
jin: ih bener bener benr kami akan mengantarmu dengan senang hati

Jin Pari dan Banta Seudang terbang dengan menggunakan baju terbang, sedangkan Mak Toyo menunggangg puting beliung. Dalam waktu sehari, mereka pun tiba di negeri Banta Seudang ketika hari mulai gelap. Banta Seudang yang melihat rumahnya sepi dan tampak gelap, segera berteriak memanggil ibunya.

“Ibu.. Ibu! Banta sudah pulang membawa obat mata untuk ayah!” teriak Banta Seudang dari depan rumahnya.
“Ya, masuklah anakku! Ibu sedang sibuk memperbaiki lampu minyak,” teriak sang Ibu.

Banta Seudang pun masuk ke dalam rumah bersama Mak Toyo dan Jin Pari.
“Kenapa gelap begini? Di mana lampu minyaknya, Bu?” tanya Banta.
“Lampunya kehabisan minyak. Ibu baru mengisinya,” jawab sang Ibu.
jin pari: ternyata banta dan ibunya miskin sekali ya
Mak toyo: huss apa yang kau bicarakan
jin pari: oups keceplosan
Beberapa saat kemudian, lampu minyak itu pun menyala. Sang Ibu segera memeluk Banta Seudang karena sudah lama sekali merindukannya. Banta Seudang pun memperkenalkan Mak Toyo dan Jin Pari kepada kedua orangtuanya.

“Bu, ini Mak Toyo dan Jin Pari. Merekalah yang telah membantu Banta mendapatkan obat mata untuk ayah,” jelas Banta Seudang.
Ibu Banta Seudang pun tidak lupa berterima kasih kepada Mak Toyo dan Jin Pari yang telah membantu Banta Seudang.

“Bagaimana keadaan ayah dan Ibu selama Banta pergi?” Banta Seudang kembali bertanya.

Mendengar pertanyaan Banta, sang ibu terdiam sejenak. Dengan wajah sedih, sang Ibu kemudian bercerita
ibu: selama kepergianmu, Pakcik tidak pernah lagi membantu kami, Terpaksalah s ibu harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami
 Betapa sedih dan terharunya Banta Seudang mendengar cerita ibunya.
Banta: ternyata benar benar  keterlaluan
jin pari: siapa yang keterlaluan
mak:kau ini bagaimana tentu pak jiknya yang ketrrlaluan
jin: ooh begitu
“Benar, anakku! Pakcikmu memang sungguh keterlaluan dan tidak tahu diri. Seandainya Ayah tidak buta begini, Ayah pasti sudah menghajarnya,” sahut sang Ayah dengan geram.

“Sabar, Ayah! Banta sudah membawakan obat mata untuk Ayah,” kata Banta menenangkan hati sang ayah.

Setelah keadaan tenang, Banta Seudang segera mengambil semangkuk air, lalu mencelupkan bunga bangkawali yang ia bawa ke dalam mangkuk. Setelah beberapa saat, ia mengusapkan air dari mangkuk itu ke mata ayahnya hingga tiga kali.
“Ayah! Cobalah buka mata Ayah pelan-pelan!” pinta Banta Seudang.
Sang Ayah pun pelan-pelan membuka matanya. Sungguh ajaib, matanya dapat melihat seketika. Alangkah bahagianya sang Ayah dapat melihat wajah putranya.

“Sejak kamu dilahirkan, barulah kali ini Ayah bisa melihat wajahmu, Anakku! Ayah sangat bangga padamu. Berkat usaha dan perjuanganmu, mata Ayah dapat melihat kembali seperti semula,” ucap sang Ayah seraya merangkul Banta Seudang.

“Seharusnya, Ayah berterima kasih kepada Mak Toyo dan Jin Pari, karena merekalah yang telah membantu Banta mendapatkan bunga bangkawali itu,” kata Banta Seudang.
ayah: terimakasaih ya mak toyo, jin pari
jin pari: oooh jangan terlalu memuji

Setelah berterima kasih kepada Mak Toyo dan Jin Pari, sang Ayah pun membuka rahasia mengenai siapa diri mereka sebenarnya.

“Ketahuilah, anakku! Sebenarnya, Ayah adalah Raja negeri ini. Sejak mata Ayah buta akibat terkena ranting kayu ketika berburu di hutan, kerajaan Ayah serahkan kepada Pakcikmu. Namun, ketika menjadi Raja, Pakcikmu telah lupa diri dan mencampakkan kita,” ungkap sang Ayah.
banta: benarkah itu ayah, wah bangga sekali aku mempunyai ayah seorang raja!!!!

Betapa terkejutnya Banta Seudang mendengar penjelasan ayahnya. Ia baru mengerti bahwa ternyata ayahnya adalah seorang raja. Selama ini ia mengira bahwa pakciknya adalah seorang raja yang baik, karena telah memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, ternyata pakciknya adalah seorang raja yang licik dan serakah. Mengetahui keadaan yang sebenarnya, Bangka Seudang pun berniat membantu ayahnya untuk mengembalikan tahta kerajaan kepada ayahnya. Demikian pula Mak Toyo dan Jin Pari yang setelah mendengar cerita ayah Banta Seudang, juga bersedia ikut membantu.
jin pari: jangan hawatir aku dan mak toyo akan membantu kalian
mak toyo: iya kami sebagai  manusia yang berbakti akan membantu kalian
ibu: terimakasih banyak
jin pari: kalau begitu ayo kita berangkat lets go

mereka pun berangkat ke istana. Ayah dan ibu Banta Seudang terbang bersama Jin Pari dengan menggunakan baju terbang. Sedangkan Banta Seudang dan Mak Toyo menunggang puting beliung. Sesampainya di istana, alangkah terkejutnya sang Raja saat melihat kedatangan sang kakak bersama rombongannya. Apalagi setelah mengetahui kedua mata kakaknya dapat melihat kembali.

“Apa maksud kedatangan Kakak kemari?” tanya sang Raja.
“Hai, Adikku! Engkau memang adik yang tidak tahu diri. Kakak berikan tahta kerajaan ini untuk sementara, tapi engkau malah mencampakkan Kakak bersama permaisuri dan putraku selama bertahun-tahun. Kini saatnya Kakak harus mengambil kembali tahta kerajaan ini!” seru sang Kakak.
banta: pak cik memangbenar benar katerlaluan
ibu: sudahlah anakku, lebih baik kau jangan ikut campur urusan orang dewsa
banta: tapi bu

“Ha… ha… ha…! Akulah penguasa negeri ini. Tidak akan ada yang bisa menggantikanku sebagai Raja. Aku memiliki banyak pengawal dan prajurit. Tapi, kalau Kakak berani merebut kembali tahta ini, hadapi dulu para pengawal dan prajuritku!” seru sang Raja sambil tertawa terbahak-bahak dengan angkuhnya.

Mak Toyo dan Jin Pari yang juga hadir di tempat itu sangat geram melihat keangkuhan sang Raja.
jin pari: wah kurang waras juga orang ini
mak toyo: ayo kita beri pelajaran
jin pari: wah kau pintar juga walau sudah tua, kau mau beri pelajaran apa mtk,ips, atau bahasa
mak toyo: bukan itu maksukdu dasar geblek, maksudku kita menghajarnya
jin pari: baiklah, aku sudah tidak sabar
Oleh karena mereka mengetahui permasalahan yang sebenarnya, tanpa diperintah ayah Banta Seudang, mereka langsung menyerang sang Raja. Dengan satu pukulan saja, sang Raja pun jatuh tersungkur tidak sadarkan diri di depan singgasananya. Para pengawal raja yang melihat peristiwa itu, tak seorang pun yang mau membantu sang Raja, karena mereka juga mengetahui keadaan sebenarnya.

Ketika sadarkan diri, sang Raja bersama keluarganya diusir dari istana.
ayah: cepat kau pergi dari sini!!!!!
Ayah Banta Seudang pun kembali menjadi raja menggantikan adiknya yang serakah dan angkuh itu. Akhirnya, Banta Seudang bersama keluarganya kembali tinggal di istana dan ia pun bisa bersekolah. Sementara Mak Toyo dan Jin Pari diangkat sebagai pengawal istana.
Demikian cerita Banta Seudang dari Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada tiga pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu keutamaan sifat berbakti kepada orangtua, ganjaran yang diperoleh dari suka bekerja keras dan akibat buruk dari sifat tidak tahu diri.

Pertama, keutamaan sifat berbakti kepada orangtua. Sifat ini ditunjukkan oleh sifat dan perilaku Banta Seudang yang telah berusaha menyembuhkan mata ayahnya. 
Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
apa tanda Melayu jati,kepada ibu bapa ia berbaktiapa tanda Melayu menakah,memelihara ibu bapa tahan bersusah
Kedua, ganjaran yang diperoleh dari suka bekerja keras. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Banta Seudang. Berkat kerja keras dan kesungguhannya, ia berhasil menyembuhkan mata ayahnya. 

Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
wahai ananda kesayangan ayah,bekerja jangan ingatkan susahtahankan olehmu penat dan lelahsupaya kelak hidupmu menakah
Ketiga, akibat buruk dari sifat tidak tahu diri. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Pakcik Banta Seudang. Ia diberi kekuasaan untuk menduduki tahta kerajaan, malah justru mengabaikan kakaknya. Akibatnya, ia pun diusir dari istana ketika mata kakaknya sembuh dari kebutaan. 

Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:[1]
apa tanda orang celaka,tak tahu diri besar kepala bila bercakap mengada-adabila bekerja tidak menyudah
apa tanda orang terbuang,tak tahu diri iman pun kurangbergaul tidak tahu menenggangberjalan seiring ia menendang

legenda batu menangis


Batu Menangis            



Cerita rakyat Kalimantan barat
Alkisah, di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda tua dengan seorang putrinya yang cantik jelita bernama Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah Darmi meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah Darmi tidak meninggalkan harta warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ibu Darmi bekerja di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh upahan.

Sementara putrinya, Darmi, seorang gadis yang manja. Apapun yang dimintanya harus dikabulkan. Selain manja, ia juga seorang gadis yang malas. Kerjanya hanya bersolek dan mengagumi kecantikannya di depan cermin. Setiap sore ia selalu hilir-mudik di kampungnya tanpa tujuan yang jelas, kecuali hanya untuk mempertontonkan kecantikannya. Ia sama sekali tidak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap kali ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia selalu menolak.

”Nak! Ayo bantu Ibu bekerja di sawah,” ajak sang Ibu.
”Tidak, Bu! Aku tidak mau pergi ke sawah. Nanti kuku dan kulitku kotor terkena lumpur,” jawab Darmi menolak.
”Apakah kamu tidak kasihan melihat Ibu, Nak?” tanya sang Ibu mengiba.
”Tidak! Ibu saja yang sudah tua bekerja di sawah, karena tidak mungkin lagi ada laki-laki yang tertarik pada wajah Ibu yang sudah keriput itu,” jawab Darmi dengan ketus.

Mendegar jawaban anaknya itu, sang Ibu tidak dapat berkata-kata lagi. Dengan perasaan sedih, ia pun berangkat ke sawah untuk bekerja. Sementara si Darmi tetap saja tinggal di gubuk, terus bersolek untuk mempecantik dirinya. Setelah ibunya pulang dari sawah, Darmi meminta uang upah yang diperoleh Ibunya untuk dibelikan alat-alat kecantikan.

”Bu! Mana uang upahnya itu!” seru Darmi kepada Ibunya.
”Jangan, Nak! Uang ini untuk membeli kebutuhan hidup kita hari ini,” ujar sang Ibu.
”Tapi, Bu! Bedakku sudah habis. Saya harus beli yang baru,” kata Darmi.
”Kamu memang anak tidak tahu diri! Tahunya menghabiskan uang, tapi tidak mau bekerja,” kata sang Ibu kesal.

Meskipun marah, sang Ibu tetap memberikan uang itu kepada Darmi. Keesokan harinya, ketika ibunya pulang dari bekerja, si Darmi meminta lagi uang upah yang diperoleh ibunya untuk membeli alat kecantikannya yang lain. Keadaan demikian terjadi hampir setiap hari.

Pada suatu hari, ketika ibunya hendak ke pasar, Darmi berpesan agar dibelikan sebuah alat kecantikan. Tapi, ibunya tidak tahu alat kecantikan yang dia maksud. Kemudian ibunya mengajaknya ikut ke pasar.

”Kalau begitu, ayo temani Ibu ke pasar!” ajak Ibunya.
”Aku tidak mau pergi ke pasar bersama Ibu!” jawab Darmi menolak ajakan Ibunya.
”Tapi, Ibu tidak tahu alat kecantikan yang kamu maksud itu, Nak!” seru Ibunya.
Namun setelah didesak, Darmi pun bersedia menemani Ibunya ke pasar.
”Aku mau ikut Ibu ke pasar, tapi dengan syarat Ibu harus berjalan di belakangku,” kata Darmi kepada Ibunya.
”Memang kenapa, Nak!” tanya Ibunya penasaran.
”Aku malu kepada orang-orang kampung jika berjalan berdampingan dengan Ibu,” jawab Darmi.
”Kenapa harus malu, Nak? Bukankah aku ini Ibu kandungmu?” tanya sang Ibu.
”Ibu seharusnya berkaca. Lihat wajah Ibu yang sudah keriput dan pakaian ibu sangat kotor itu! Aku malu punya Ibu berantakan seperti itu!” seru Darmi dengan nada merendahkan Ibunya.

Walaupun sedih, sang Ibu pun menuruti permintaan putrinya. Setelah itu, berangkatlah mereka ke pasar secara beriringan. Si Darmi berjalan di depan, sedangkan Ibunya mengikuti dari berlakang dengan membawa keranjang. Meskipun keduanya ibu dan anak, penampilan mereka kelihatan sangat berbeda. Seolah-olah mereka bukan keluarga yang sama. Sang Anak terlihat cantik dengan pakaian yang bagus, sedangkan sang Ibu kelihatan sangat tua dengan pakaian yang sangat kotor dan penuh tambalan.

Di tengah perjalanan, Darmi bertemu dengan temannya yang tinggal di kampung lain.
”Hei, Darmi! Hendak ke mana kamu?” tanya temannya itu.
”Ke pasar!” jawab Darmi dengan pelan.
”Lalu, siapa orang di belakangmu itu? Apakah dia ibumu?” tanya lagi temannya sambil menunjuk orang tua yang membawa keranjang.
”Tentu saja bukan ibuku! Dia adalah pembantuku,” jawab Darmi dengan nada sinis.

Laksana disambar petir orang tua itu mendengar ucapan putrinya. Tapi dia hanya terdiam sambil menahan rasa sedih. Setelah itu, keduanya pun melanjutkan perjalanan menuju ke pasar. Tidak berapa lama berjalan, mereka bertemu lagi dengan seseorang.

”Hei, Darmi! Hendak ke mana kamu?” tanya orang itu.
”Hendak ke pasar,” jawab Darmi singkat.
”Siapa yang di belakangmu itu?” tanya lagi orang itu.
”Dia pembantuku,” jawab Darmi mulai kesal dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

Jawaban yang dilontarkan Darmi itu membuat hati ibunya semakin sedih. Tapi, sang Ibu masih kuat menahan rasa sedihnya. Begitulah yang terjadi terus-menerus selama dalam perjalanan menuju ke pasar. Akhirnya, sang Ibu berhenti, lalu duduk di pinggir jalan.

”Bu! Kenapa berhenti?” tanya Darmi heran.

Beberapa kali Darmi bertanya, namun sang Ibu tetap saja tidak menjawab pertanyaannya. Sesaat kemudian, Darmi melihat mulut ibunya komat-komit sambil menengadahkan kedua tangannya ke atas.

”Hei, Ibu sedang apa?” tanya Darmi dengan nada membentak.

Sang Ibu tetap saja tidak menjawab pertanyaan anaknya. Ia tetap berdoa kepada Tuhan agar menghukum anaknya yang durhaka itu.

”Ya, Tuhan! Ampunilah hambamu yang lemah ini. Hamba sudah tidak sanggup lagi menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini. Berikanlah hukuman yang setimpal kepadanya!” doa sang Ibu.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba langit menjadi mendung. Petir menyambar-nyambar dan suara guntur bergemuruh memekakkan telinga. Hujan deras pun turun. Pelan-pelan, kaki Darmi berubah menjadi batu. Darmi pun mulai panik.

”Ibu...! Ibu... ! Apa yang terjadi dengan kakiku, Bu?” tanya Darmi sambil
berteriak.

”Maafkan Darmi! Maafkan Darmi, Bu! Darmi tidak akan mengulanginya lagi, Bu!” seru Darmi semakin panik.

Namun, apa hendak dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Hukuman itu tidak dapat lagi dihindari. Perlahan-lahan, seluruh tubuh Darmi berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki, badan, hingga ke kepala. Gadis durhaka itu hanya bisa menangis dan menangis menyesali perbuatannya. Sebelum kepala anaknya berubah menjadi batu, sang Ibu masih melihat air menetes dari kedua mata anaknya. Semua orang yang lewat di tempat itu juga ikut menyaksikan peristiwa itu. Tidak berapa lama, cuaca pun kembali terang seperti sedia kala. Seluruh tubuh Darmi telah menjelma menjadi batu. Batu itu kemudian mereka letakkan di pinggir jalan bersandar ke tebing. Oleh masyarakat setempat, batu itu mereka beri nama Batu Menangis. Batu itu masih tetap dipelihara dengan baik, sehingga masih dapat kita saksikan hingga sekarang.
Moral: jangan pernah menjadi anak yang durhaka kepada orang tua, karena tuhan                akan menghukum bagi setiap anak yang durhaka kepada orang tuanya

cerita rakyat bawang merah dan bawang putih


BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH
Cerita Rakyat Riau, Sumatera


Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya.tiba tiba ia mendengar ada suara minta tolong ‘’ha! Bagaimana mungkin ikan bias bicara’’ tanya bawang putih dengan keheranan. ‘tolong aku gadis manis’’, bawang putih merasa kasihan ia lalu menolong ikan tersebut dengan melepaskan kail pada ikan mas itu,karena keasyikan bermain dengan ikan mas , Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibu tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

ditempat lain bawang merah dan ibunya marah marah karena bawang putih tidak menyiapkan makanan selama seminggu mereka pun mencari bawang putih ke sungai sesampainya disungai dilihatnya seekor ikan mas yang sangat besar, lalu mereka menangkapnya dan dibawa pulang.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah’’ibu ternyata isi dari labu ini adalah emas permata’’ kata bawang putih ‘’wah wah sepertinya kamu senang sekali bawang putih,jangan terlalu senang karena emas emas itu adalah milikku dan ibuku’’ jawab bawang merah. ‘’oh iya tadi kami menemukan ikan mas yang sangat besar dan sudah kami makan sepertinya dia temanmu, ini kukembalikan tapi tinggal durinya saja hahahaha jangan lupa kamu harus menceritakan bagaimana kamu bias menemukan labu ini!’’ Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah akan melakukan hal yang sama namun bawang merah mengambil labu yang lebih besar

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan puluhan lebah yang langsung menyerang mereka. ‘’kenapa begini kurang ajar awas kamu nenek peot’’ujar bawang merang dengan sangat marah.

Sedangkan bawang putih yang kehilangan sahabatnya merasa bersedih lalu menguburkan tulang ikan mas itu, seketita tumbuhlah pohon ajaib berwarna emas. Disaat yang bersamaan ada seorang pangeran yang menghampiri rumah mereka dan bertanya, ‘’siapakah yang menanam pohon ini, bila dia dapat mencabut dan memberikan pohon ini padaku maka akan kujadikan saudara bila dia laki laki kalau perempuan akan kujadikan istri’’ ‘’aku pangeran akulah yang menanammya’’ bawang merah mengaku ngaku bahwa dialah yang menanamnya. ‘’kalau begitu cabutlah pohon ini’’saat berusaha untuk mencabutnya bawang merah tak sanggup untuk mencabutnya dan ketika bawang putih yang mencabutnya dengan mudah pohon itu dapat dicabutnyaa lalu diserahkanya pohon itu kapada sang pangeran untuk dijadikan obat. Karena bawang putih dapat mancabutnya maka bawang putih lah yang dinikahi oleh pangeran dan dibawa keistana sedangkan bawaang merah dan ibunya tetap tinggal rumah gribiknya yang hampir rubuh

komik terbaru gatot gosong

kali ini saya akan berbagi tentang contoh komik buatan saya sendiri, ya memang masih pemula sih tapi semoga dapat membantu teman-teman yang membutuhkannya. langsung aja ya






untuk selanjutnya tunggu ya, belum selesai :)


legenda aji saka (aksara jawa)


pasti sudah pada tau kan cerita aji saka, cerita ini juga dikaitkan dengan asal usul aksara jawa. nah untuk yang belum tau dapat menyiak ceritanya dibawah ini :)

legenda Aji Saka (Asal-usul Aksara Jawa)
cerita rakyat jawa


Dahulu kala, di sebuah kerajaan  Medhangkamulan,­ bertahtalah seorang raja bernama Dewata Cengkar. Atau terkenal dengan nama Prabu Dewata Cengkar. Seorang raja yang sangat rakus, bengis, tamak, dan suka memakan daging manusia. Karena kegemarannya memakan daging manusia, maka secara bergilir rakyatnya pun dipaksa menyetor upeti berwujud manusia.

Mendengar kebengisan Prabu Dewata Cengkar, seorang pengembara bernama Aji Saka bermaksud menghentikan kebiasaan sang raja. Aji Saka mempunyai 2 orang abdi yang sangat setia bernama Dora dan Sembada. Dalam perjalanannya ke kerajaan Medhangkamulan,­ Aji Saka mengajak Dora, sedangkan Sembada tetap ditempat karena harus menjaga sebuah pusaka sakti milik Aji Saka. Aji Saka berpesan kepada Sembada, agar jangan sampai pusaka itu diberikan kepada siapapun kecuali aku (Aji Saka).

Setelah beberapa waktu, sampailah Aji Saka di kerajaan Medhangkamulan yang sepi. Rakyat di kerajaan itu takut keluar rumah, karena takut menjadi santapan lezat sang raja yang bengis. Aji Saka segera menuju istana dan menjumpai sang patih. Dia berkata kalau dirinya sanggup dan siap dijadikan santapan Prabu Dewata Cengkar.

Tibalah pada hari dimana Aji Saka akan dimakan oleh Prabu Dewata Cengkar. Sebelum dimakan, sang prabu selalu mengabulkan 1 permintaan dari calon korban. Dan Aji Saka dengan tenang meminta tanah seluas syurban kepalanya. Mendengar permintaan Aji Saka, Prabu Dewata Cengkar hanya tertawa terbahak-bahak,­ dan langsung menyetujuinya. Maka dibukalah kain syurban penutup kepala Aji Saka.

Aji Saka memegang salah satu ujung syurban, sedangkan yang lain dipegang oleh Prabu Dewata Cengkar. Aneh, ternyata syurban itu seperti mengembang sehingga Dewata Cengkar harus berjalan mundur, mundur, dan mundur hingga sampai di tepi pantai selatan. Begitu Dewata Cengkar sampai di tepi pantai selatan, Aji Saka dengan cepat mengibaskan syurbannya sehingga membungkus badan Dewata Cengkar, dan menendangnya hingga terjebur di laut selatan. Tiba-tiba saja tubuh Dewata Cengkar berubah menjadi buaya putih. “Karena engkau suka memakan daging manusia, maka engkau pantas menjadi buaya, dan tempat yang tepat untuk seekor buaya adalah di laut” demikian kata Aji Saka.

Sejak saat itu, Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh Aji Saka. Seorang raja yang arif dan bijaksana. Tiba-tiba Aji Saka teringat akan pusaka saktinya, dan menyuruh Dora untuk mengambilnya. Namun Sembada tidak mau memberikan pusaka itu, karena teringat pesan Aji Saka. Maka terjadilah pertarungan yang hebar diantara Dora dan Sembada. Karena memiliki ilmu dan kesaktian yang seimbang, maka meninggallah Dora dan Sembada secara bersamaan.

Aji Saka yang teringat akan pesannya kepada Sembada, segera menyusul. Namun terlambat, karena sesampai di sana, kedua abdinya yang sangat setia itu sudah meninggal dunia. Untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikannya­ dalam sebuah Aksara / Huruf :

Ha Na Ca Ra Ka (ono utusan = ada utusan)

Da Ta Sa Wa La (padha kekerengan = saling berkelahi)

Pa Da Ja Ya Nya (padha digdayane = sama-sama saktinya)

Ma Ga Ba Tha Nga (padha nyunggi bathange = saling berpangku saat meninggal)

nah sekarang sudah pada tau kan aksara jawa itu darimana asalnya.....


Jumat, 13 Mei 2016

story telling golden snail

ada yang butuh story telling? biasanya disetiap blog pasti ada teks story, tapi kebanyakan tidak seperti yang kita inginkan katena belum didit dan sebagainya, nah sekarang saya akan bagikan story golden snail,  ada psan moralnya juga loh. sebagai pengalaman saya pernah mendapat juara 1 loh dari cerita ini, semoga bermanfaat ya :)


The legend of Golden snail


A long time ago in the Daha kingdom, there lived a king his name king Kertamarta. He have 2 beautiful daughters, her name is princess Candra kirana and princess Dewi galuh. Princess Candra Kirana was betrothed to the crown prince of the khuripan kingdom his name prince Inu Kertapati. Princess Dewi galuh jealous because princess candra kirana get married with prince Inu kertapati.
Galuh : "Why Kirana get married with prince Inu kertapati? Why not me?  It's not fair!. Only me, will be prince's Inu kertapati wife not Kirana! Ummm, now what should I do?".
After thinking hard, Princess dewi Galuh go to a witch house and ask her to change princes candra kirana to be a golden snail, if like that princes candra kirana can’t wedding with prince inu kertapati.
Witch : " don’t worry galuh , I can to change candra kirana to be a golden snail ".
Next day in the morning princess candra kirana go to market, for buy anything to welcome party prince Inu. Suddenly, princess Candra kirana met with ugly woman. This woman is a witch.
Witch : " ooo candra kirana, hwaha…….Abrakadabra change to be a golden snail!!!
Kirana : "Aaaaaaaaaaa no please help me!!".
The witch threw up the golden snail to the river, and the snail is aground in dadapan village. One day the old woman fishing in the river and then the old woman find a golden snail. This old woman is Mbok Rondo.
Mbok Rondo : " Oohh, Snail you very beautiful!! I will take you".
After Mbok rondo go to river, her is back to the home and put the golden snail into a bucket, suddenly the golden snail change to be a princess Kirana and then princess kirana tell about her sister to mbok rondo.
When the prince Inu kertapati know about the princess candra Kirana disappear, prince Inu kertapati was seeking princess candra Kirana In the dadapan village.
Then prince Inu kertapati take princess Candra Kirana and mbok rondo in the Daha kingdom. Princess Candra kirana tell about misconduct princess dewi galuh to the king Kertamata.
galuh: no father her lie father no I can’t do no no.
Now princess dewi galuh was died. But finally Prince Inu kertapati and Princess Candra kirana is wedding and they life happily ever after.
The moral massage from this story is don’t be easily jealous of someone else.

thanks.....

Rabu, 11 Mei 2016

legenda candi perambanan


hay, teman-teman seteleh kemarin saya memposting cerita rakyat lutung kasarung, pada kesempatan kali ini saya akan berbagi tentang cerita rakyat legenda candi perambanan. pasti semua tau kan ceritanya langsung saja ya kita simak bersama.....



Di dekat kota Yogyakarta terdapat candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan tetapi juga terkenal sebagai candi Lara Jonggrang, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Beginilah ceritanya.

Konon tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir, akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

Dengan persetujuan Raja Pengging, Bandung Bondowoso menempati Istana Prambanan. Di sini dia terpesona oleh kecantikan Lara Jonggrang, putri bekas lawannya -- ya, bahkan putri raja yang dibunuhnya. Bagaimanapun juga, dia akan memperistrinya.

Lara Jonggrang takut menolak pinangan itu. Namun demikian, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia mau kawin dengan Bandung Bondowoso asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Syaratnya ialah supaya dia dibuatkan seribu candi dan dua sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menyanggupinya, meskipun agak keberatan. Dia minta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai balatentara roh-roh halus.

Pada hari yang ditentukan, Bandung Bondowoso beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang besar jumlahnya itu. Sangatlah mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja. Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.

Seluruh penghuni Istana Prambanan menjadi kebingungan karena mereka yakin bahwa semua syarat Lara Jonggrang akan terpenuhi. Apa yang harus diperbuat? Segera gadis-gadis dibangunkan dan disuruh menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus menghentikan pekerjaan mereka karena mereka kira hari sudah siang. Pembuatan candi kurang sebuah, tetapi apa hendak dikata, roh halus berhenti mengerjakan tugasnya dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bondowoso menyelesaikannya.

Keesokan harinya waktu Bandung Bondowoso mengetahui bahwa usahanya gagal, bukan main marahnya. Dia mengutuk para gadis di sekitar Prambanan -- tidak akan ada orang yang mau memperistri mereka sampai mereka menjadi perawan tua. Sedangkan Lara Jonggrang sendiri dikutuk menjadi arca. Arca tersebut terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang dinamai candi Lara Jonggrang. Candi-candi yang ada di dekatnya disebut Candi Sewu yang artinya seribu

Senin, 09 Mei 2016

Cerita Lutung Kasarung

hay sobat, sekalian mau bagi-bagi nih tentang cerita rakyat indonesia, kali ini cerita rakyatnya tentang lutung kasarung ya bagi yang membutuhkan silahkan copas heheh,.......


Lutung Kasarung
Cerita Anak – Cerita Asli Indonesia
Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.Pada saat mendekati akhir hayatnyaPrabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan mahluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung


sekian dulu yang untuk kali ini, sampai jumpa di cerita cerita selanjutnya.....:0